Paradigma Baru Akreditasi Sekolah/Madrasah
Paradigma baru yang berbasis performance yang diukur bukan sekedar pemenuhan input tetapi kinerja sekolah/madrasah. Sekolah/Madrasah dalam melaksanakan misinya yaitu melaksanakan proses pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu. Seperti terlihat dalam Gambar 3.1 bahwa yang menjadi variabel utama untuk dinilai dalam akreditasi baru adalah mutu lulusan, proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah/madrasah, kinerja guru yang menjadi tulang punggung proses pembelajaran, serta manajemen sekolah/madrasah dalam menggali sumber-sumber input dan mengelolanya untuk mendukung proses pembelajaran di sekolah/madrasah. Secara path diagram pola akreditasi dengan prinsip berbasis performance digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3.1 Pola Pikir Akreditasi Berbasis Performance
Data kualitas lulusan idealnya digali dari data setelah mereka lulus, misalnya performance mereka setelah melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi atau bekerja (out comes), namun fakta menunjukkan tracer study di sekolah/madrasah sangat lemah. Oleh karena itu dapat juga data tracer tersebut dilengkapi dengan kompetensi dan karakter siswa saat lulus (output) atau bahkan menjelang lulus (masih berada di sekolah). Dalam konsep TQM kepuasan pengguna lulusan (sekolah/madrasah lebih tinggi tempat lulusan melanjutkan atau tempat kerja lulusan) menjadi salah satu indikator mutu lulusan.
Kompetensi tentu tidak hanya yang berupa ranah kognitif tetapi harus juga mencakup ranah psikomotor dan afektif, seperti misalnya dalam konsep 4-C atau sejenisnya dalam referensi tentang 21st centry skills. Ranah afektif perlu mendapat perhatian khusus, karena penelitian mutakhir menunjukkan bahwa aspek inilah yang menjadi salah satu kunci utama kesuksesan lulusan ketika sudah terjun di masyarakat. Apalagi hal itu sejalan dengan kebijakan Indonesia untuk mengarusutamakan pendidikan karakter.
Proses pembelajaran di sekolah/madrasah pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu proses pembelajaran di kelas/lab/workshop/studio/lapangan dan budaya sekolah/madrasah, di mana siswa banyak belajar dan mengembangkan aspek sikap kehidupan (ranah afektif atau karakter). Proses pendidikan harus dimaknai proses yang terjadi dan bukan sekedar ketersediaan input, misalnya aturan, sarana-prasarana yang sebagainya. Shifting paradigm dari teaching ke learning harus mendapat perhatian dalam menyusun instrumen akreditasi untuk aspek proses pendidikan. Kepuasan siswa dalam mengikuti proses belajar, sehingga termotivasi belajar merupakan salah satu ukuran.
Proses pembelajaran sebagaimana disebutkan di atas pada dasarnya merupakan kinerja guru dalam memanfaatkan input pendidikan yang tersedia atau dapat dijangkau. Seiring dengan pemikiran itu, temuan penelitian bahwa mutu pembelajaran ditentukan oleh inovasi guru dalam mengelola kelas (classroom management) perlu mendapat perhatian. Hal sama juga berlaku pada budaya sekolah/madrasah (school culture/school climate), yang harus diperhatikan apa yang terjadi di lingkungan sekolah/madrasah (school environment) dan sekedar bagaimana sekolah/madrasah membuat kebijakan, aturan dan menyediakan sarana- prasarana.
Manajemen sekolah/madrasah (school management) terbukti menjadi variabel dominan, karena dapat mempengaruhi penyediaan semua input pendidikan dan mengendalikan proses pendidikan melalui manajemen guru. Oleh karena itu kemampuan pimpinan sekolah/madrasah dalam mengelola SDM, sarana-prasarana, sumber dana dan melakukan terobosan serta membangun jaringan guru mendukung proses pendidikan di sekolah/madrasah menjadi faktor penentu. Kepuasan guru dan karyawan merupakan salah satu indikator kualitas manajemen sekolah/madrasah, karena kepuasan tersebut pada gilirannya akan menguatkan motivasi kerja mereka.
Khusus untuk instrumen berbasis compliance seperti kurikulum, sistem penilaian, sarana-prasarana dan anggaran akan menjadi tahap awal pra akreditasi sebagai prasyarat untuk diakreditasi. Artinya hanya sekolah-sekolah/madrasah yang “memiliki” input minimal yang akan diakreditasi. Input minimal harus dimaknai sebagai input minimal agar proses pendidikan berjalan dan bukan mempersyaratkan input-input formal yang tidak menjadi syarat dasar dalam proses pendidikan/pembelajaran.

Komentar
Posting Komentar